Nantangin Ya?

Di coaching session beberapa waktu lalu, saya “curhat” tentang beberapa proyek-proyek lalu yang sempat bikin jatuh mental. Entah karena tekanan dari berbagai pihak, entah karena memang tingkat kesulitannya yang cukup tinggi, dll. Dan akhirnya sebagian besar dari proyek-proyek tersebut tidak berakhir dengan baik.

Sejak saat itu saya memutuskan untuk tidak lagi menerima proyek-proyek yang sejenis itu.

Setelah mengikuti coaching, perlahan-lahan perspektif saya berubah. Kesan traumatik itu memang masih ada. Tapi kalau sebelumnya saya coba menghindarinya, sekarang saya justru penasaran. Kalau dapat proyek seperti itu lagi, rasanya seperti apa ya? Udah ada positive vibes yang terbangun. Optimistik, siap menanggung risiko, sedikit lebih percaya diri. Seolah-olah saya nantangin… yuks… mana proyeknya? Coba… kali ini saya mau lihat, apakah saya bisa. 😀

Eh… qadarallah… seolah menjawab tantangan, tetiba ada email penawaran pekerjaan yang masuk. Pekerjaan proyek sejenis dengan yang saya sebutkan di atas. Awalnya excited… tapi udah mulai ada suara-suara sumbang. Ada desas-desus kalo dapat proyek saya klien yang satu ini, konon katanya jarang yang berjalan mulus. Fiuh.. belum juga dapat proyeknya sudah ada godaan seperti ini. 😀

Mari kita coba. Bismillah.

Dukung Palestina

Hari Ahad, 5 Nopember 2023 kemarin, kami ikut perpartisipasi di dalam aksi damai membela kemerdekaan Palestina. Alasannya sederhana, humanity & freedom. Heran aja jaman sekarang masih ada penjajahan 😦 Belum lagi ada isu-isu genosida.

Makanya kami mau mendukung dalam bentuk apa pun itu sebatas kemampuan kami. Kalo bisanya cuma turun berpanas-panasan, yuk mari. Bisanya berkoar-koar di medsos, hayuk. Ngerogoh kocek cepek dua cepek, gaskeun.

save palestine
Ngga ngaruh kali, gan.

Kami bukan nyari ngaruh atau ngga.. at least kami sadar ada di pihak mana. Kalo kami yang dulu mungkin kami akan memilih netral, tapi monmaaf.. netral ternyata bukan opsi bagi kami. Condong sedikit itu pun sudah bukan netral, dan kami memilih untuk condong.. walaupun itu sedikit.

Coaching – Terapi Mental ala Kontemporer

Dulu saya ngga terlalu “percaya” dengan yang namanya motivator. Betul, motivator selalu bisa memotivasi kita – saya maksudnya – tapi sifatnya hanya temporer. 5 menit setelah mendengarkan ceramah motivasi pembangkit semangat, eh balik lagi ke kondisi semula.

coacing

Sampai suatu saat saya seperti mengalami keanehan mental atau psikis. Kalo kata orang istilahnya demotivation. Saya dianjurkan untuk bertemu seorang coach. Hmm… motivator. Ngga ada salahnya dicoba.

Ternyata coach itu bukan motivator. Motivator tugasnya sesuai namanya, memberikan asupan untuk membangkitkan semangat. Kalo coach, lebih ke menggali potensi, mengulik lebih dalam akar permasalahan, dan menyelesaikan masalah dari akarnya.

Setelah menjalani beberapa sesi dengan coach, alhamdulillah ada sedikit kemajuan. Coach sekilas seperti ngga melakukan apa-apa. Ngga ada saran adn masukan dari dia. Dia hanya melakukan interview terus, mengorek sedalam dan sebanyak mungkin keterangan. Membuat kita mengungkapkan dan menceritakan keterkaitan antar masalah. Mungkin ada sesuatu di masa lalu yang mempengaruhi perubahan sikap kita sekarang. Semacam itu.

Jadi, saya lebih banyak bercerita di situ. Coach hanya membimbing, merangkai keterkaitan satu peristiwa dengan yang lain terutama keterkaitan emosi. Misalnya kalau misalnya kita lagi sering canggung atau gugup, coach akan menelusuri sejak kapan kejadianna, ada kejadian besar apa saja di waktu itu, apa kejadian lain yang mempengaruhinya, apa ada emosi lain yang dirasakan, faktor eksternal, internal, dll.

Sampai akhirnya kita sendiri yang menemukan jawabannya dan menyadari penyebab masalah, menyadari penyebab perubahan. Jadi untuk selanjutkan kita yang lebih tau langkah apa yang harus dilakukan. Coach ngga pernah menyarankan sesuatu, kita sendiri lah yang memutuskan. Itu yang saya senang dari coaching ini. Semacam terapi tipis-tipis lah.

Tidur Panjang

Kenapa saya “angkat pena” lagi di sini? Karena barusan ngga sengaja baca email newsletter dari salah satu legenda blog yang masih terus konsisten menulis, Padepokan Budi Rahardjo.

Masya Allah… beliau ini memang bukan sembarang beliau. Konsistensi dan istiqomahnya itu bikin iri dan sangat memotivasi. Itulah makanya saya kembali buka wordpress lagi.

Sebenarnya saya beberapa bulan belakangan ini masih lumayan sering buka wordpress sih, tapi lagi bikin experiece aja. Saya lagi bikin website yang kontennya generated by AI. Ngga semua sih, ada beberapa yang saya tulis sendiri… tapi nyontek dari textbook.. 😀 Alias, lagi malas mikir ide.

Setelah Nonton Semua Episode Marvel’s Agents of Shield

Baru kali ini baper nonton series… 🥹

7 Season dicicil habis dalam waktu…. kira-kira 6 bulan…

Sepekan bisa 4-5 episode. Sehari cukup 1 eps, biasanya ditonton sambil sarapan atau olahraga pagi.

Mungkin saya termasuk telat nontonnya.

Season 1 nya sudah tayang sejak 2013 lalu, dengan latar belakang ditembaknya Phil Coulson di film Avengers pertama. Sementara season terakhirnya tahun 2020 setelah Avengers Endgame.

Jadi bisa dibilang, Agents of Shields ini paralel dengan timeline fase 1~3-nya MCU.

Tapi ada sedikit kontroversi di sini. Agents of Shields seharusnya selesai di Season 5, pas waktu Thanos menjentikkan jarinya di Infinity War. Tapi setelah itu Marvel mau lanjutkan Agent of Shields tapi agak susah dengan kondisi Thanos sudah melenyapkan separuh penduduk alam semesta, akhirnya mereka bikin timeline/universe sendiri yang ngga berhubungan dengan timeline utama MCU, makanya di Season 6 settingnya ada di masa depan di masa bumi sudah hancur. Dan di Season 7 mereka bertime-travel ke beberapa masa di masa lalu buat cegah pihak yang mau mengubah sejarah.

Gimana rasanya habis nonton? Puasss laah.. lega.

Sebagai pengikut Marvel bukan garis keras, serial ini punya style sendiri… set up nya rapih… callbacknya banyak… plot twistnya ngga tertebak… konfliknya rame tapi ngga lama-lama, jadi ngga bosan nunggunya.

Tiap season punya ciri khas masing-masing.

Di awal-awal season dia masing sering crossover dengan MCU, ada Nick Fury, Maria Hill, Lady Sif-nya Thor. Makin lama ceritanya ngambil jalan sendiri.

Ada kalanya dia ngambil backstory dari cerita MCU, misalnya di film Captain America – The Winter Soldier waktu Hydra mengambil alih Shield. Sementara serial ini menceritakan lebih detil konflik internal yang ada waktu itu, khususnya di lingkungan para agents.

Pihak antagonisnya pun macam-macam, mulai dari bangsa Kree, Inhuman, bangsa Asgard, Ghost Rider, kitab Darkhold, Hydra, humanoid, sampe chronicom (makhluk luar angkasa).

Season favorit saya… semua 😃. Tapi yang berkesan ada dua: yang pertama Season 4, waktu ada Agents of Hydra… itu keren abis, Hydra menguasai dunia.

Yang kedua tentu saja Season 7… main-main dengan time travel, singularitas, paralel timeline… dan ditutup dengan ending yang bikin haru… 🥸 eh.. salah emoji… harusnya🥹🥹🥹

Habislah sudah daftar tontonan serial tahun ini.

1899-nya Netflix juga kurang ajar endingnya. 1899 ini kayak next level of Inception. 🥶 (ups… spoiler)

Berikutnya… apa lagi?

Kemalasan Yang Haqiqi

Udah beberapa hari ini saya dilanda kemalasan yang hakiki. Berat banget buat mau memulai kerjaan. Biasanya saya awali dengan nge-game ringan dulu.. Tetris… Pacman… FIFA 2022…. kok semakin hanyut… Asphalt 9 Legends… omaygat! Udah jelang tengah hari!

laziness the whole day

Trus adalagi konten youtube yang bikin candu… itu lho… Ome.TV nya fikinaki. Ga bisa skip. Untung udah kelar saya tonton semua. Benar-benar ngga produktif.

Tapi… kayaknya satu faktor lagi. Mungkin karena WFH melulu ya. Makanya hari ini saya coba WFA… Working From Autsaid… yeah.

At least postign di WordPress ini adalah awal yang baik. Walaupun sekarang sudah menunjukkan jam 11.13 am. Oke lah. Belum tengah hari.

Bismillah. Allahumma a’udzu bika minal kasali….

wush.. wush.. wush…!! Enyahlah rasa malas!!

Kolektor Ide

Emang susah ya kalo ada suatu ide bagus, udah mulai dieksekusi, tapi di tengah jalan muncul ide bagus lainnya. Kemudian ide yang pertama di-postpone dulu karena masih semangat mematangkan ide kedua. Trus begitu mau mengeksekusi ide kedua, kepikiran ide pertama. Akhirnya bingung.

Eh… tiba-tiba muncul ide cemerlang lagi yang lain… sebut saja ide ketiga. Ide ketiga ini dimatangkan lagi basis dan kerangkanya, tinggal menunggu eksekusi.

Ide-ide itu hanya bisa dituliskan, ngga tereksekusi

Dan akhirnya, saya pun punya banyak koleksi ide-ide bagus… tapi semua ngga ada artinya karena ngga ada satu pun yang jalan.