Masjid & Makanan Halal di Hong Kong

Kalau ditanya, “berapa jumlah masjid di Indonesia?”, jawabannya susah, dan ngga bisa tepat jawabannya. Tapi kalau ditanya, “berapa jumlah masjid di Hong Kong sekarang?”… gampang…. jawabnya… enam!!.. Dan yang ketujuh masih dalam tahap konstruksi.

Waktu safar pekan lalu, ahamdulillah kami hanya sempat mengunjungi 4 di antara 6 masjid tersebut.

Masjid Kowloon & Islamic Centre.

Ini merupakan masjid terbesar di Hong Kong (untuk saat ini). Kalo ngga salah terdiri dari 3 atau 4 lantai. Dan jika semua lantai dibuka untuk kegiatan sholat, bisa menampung hingga 5000an jamaah. Lokasinya sangat strategis karena berada di tengah kawasan wisata dan salah satu titik pusat perbelanjaan Tim Sha Tsui, wilayah Kowloon. Sebagai informasi, wilayah Kowloon adalah salah satu tujuan wisata di Hong Kong. Mirip-mirip Orchard-nya Singapura lah.

masjid kowloon
Posisi masjid di Nathan Road, tengah-tengah pusat niaga dan belanja
DSC_2589
Salah satu sudut pusat perbelanjaan di Nathan Road, Kowloon

Alhamdulillah, Jumat lalu, kami dikasih kesempatan untuk melakukan sholat Jumat di sana. Ada sedikit pengalaman menarik di sana. Waktu kami menyetel lokasi di gadget kami untuk wilayah Hong Kong, penunjuk waktu sholat ngasih tau kalo waktu Zhuhur adalah sekitar pukul 12.40an. Bergegaslah kami sekitar jam 11 merapat ke masjid, biar masih bisa dapat tempat duduk yang nyaman. Ternyata masih sepi.

Waktu itu saya lihat papan informasi di bagian lobi, katanya Khutbah Jumat dimulai pk 13.10. Wah… masih lama dong.. 2jam lagi. Trus, dari tangga dekat lobi, turunlah seorang jamaah perawakan timur tengah yang ngasih info kalo area yang kami masuki adalah untuk laki-laki, dan area tangga yang satunya (sebelah selatan) untuk wanita, soalnya dia ngelihat istri saya juga ikut masuk ke area laki-laki. 😀

Habis itu, tanpa ditanya, dia langsung ngasih tau kalo di sepanjang jalan di depan masjid (Nathan Road) ke arah selatan, sebelah kiri, bisa banyak ditemui makanan halal. Kebetulan nih.. sambil nunggu waktu Jumat, kami ngisi perut dulu.

Sekitar pk 12.40 kami balik ke masjid…. ternyata sudah mulai rame! Dan sudah terdengar ada yang ceramah. “Khutbahnya udah mulai… yah ketinggalan deh” Abis wudhu, langsung naik ke lantai 3 (lantai utama), cari shaf sebisa mungkin di depan, tapi hanya bisa dapat shaf 6 atau 7. Hampir seluruh jamaah didominasi oleh perawakan India, Pakistan, atau Bangladesh. Tapi… dari “khutbah” yang saya dengar bukan dalam bahasa Urdu, tapi bahasa India dan bahasa Inggris, kesimpulan saya jamaahnya kebanyakan dari India.

Dalam hati saya membatin, “katanya khutbah mulai jam 13.10… kok ini udah mulai.. gimana sih?”

Tiba-tiba begitu jam 13.10, “khutbah” selesai, dan muadzin maju. Tapi bukan iqomah… malah adzan!  Lho…. kok khutbah dulu baru adzan??

Setelah adzan, saya tambah bingung lagi, karena orang-orang pada berdiri… shalat sunnah… 4 rakaat.

Setelah jamaah mulai “reda”, ada orang lain lagi naik ke mimbar, baca ceramah lagi…. Oalaaa… ini khutbah Jumat benerannya. Full bahasa Arab. Singkat, hanya 4-5 menit, pake jeda antara khutbah pertama dan kedua, dan diakhiri dengan doa. Jadi.. yang pertama tadi itu bukan khutbah Jumat, tapi ceramah biasa. Setelah khutbah Jumat yang asli ini selesai, barulah dimulai shalat Jumatnya. 😀

Setelah shalat Jumat, ada kejadian menarik lagi. Habis dzikir dan berdoa, orang-orang ngga bergegas pergi, tapi hampir semua jamaah melakukan shalat sunnat 2 rakaat. Setelah selesai 2 rakaat, mereka berdiri lagi shalat sunnat 2 rakaat. Abis itu… sholat lagi 2 rakaat. Saya kan heran ya? Trus saya nengok ke belakang… satu per satu shaf belakang mulai bubar, tapi shaf di depannya masih shalat sunnat 2 rakaat.

Ternyata, orang-orang di shaf terdepan ngga mau keluar lebih dulu sambil melewati shaf-shaf di belakangnya. Mereka menunggu shaf di belakang bubar duluan. Satu per satu shaf membubarkan diri dimulai dari shaf belakang, sementara shaf-shaf di depannya menunggu sambil mengerjakan shalat sunnat 2 rakaat!! Masya Allah! Mereka ngga mau melangkahi saudara-saudaranya yang sedang duduk maupun yang lagi shalat. Kalo di Indonesia kan, ada celah dikit… kabuurr. 🙂

DSC_2384
Setelah Jumatan, halaman masjid menjadi sangat ramai… Cuman waktu itu saya ngga sempat foto-foto karena si kecil Baihaqi sedang rewel tingkat tinggi, ngantuk.

Hari berikutnya, saya kembali ke masjid ini untuk sholat Maghrib, dilajutkan dengan menonton Symphony of Light (laser show) di semenanjung Kowloon, yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari masjid 🙂

DSC_2607
Suasana ba’da Magrib di masjid Kowloon

Masjid Ammar & Osman Ramju Sadick Islamic Centre

Biasa disebut masjid Wan Chai, soalnya lokasinya berada di tengah-tengah kawasan Wan Chai. Kalau Kowloon adalah pusat wisata belanja, Wan Chai ngga jauh beda, tapi di Wan Chai juga banyak pusat-pusat niaga, perkantoran, pemerintahan, sekolah, dll, termasuk stadion olahraga.

DSC_2540

Di Masjid Kownloon, kalau kita mau makan kita harus nyari di sekitar masjid, tapi di Masjid Wan Chai, ada kantin khusus makanan halal di lantai 5. Menunya Chinese Food, dan yang menjadi favorit adalah Dim Sum dan aneka gorengannya.

DSC_2542
Abaikan Bon Cabenya… itu bekal khusus, dibawa langsung dari tanah air 😀

Selama di Hong Kong, kami sampai 3 kali bersantap di sini… soalnya dekat hotel sih… hanya 5 menit jalan kaki.

Kapasitas masjid ini ngga sebesar masjid Kowloon. Mungkin hanya sekitar 1000an jamaah maksimal, kalau semua lantai dimanfaatkan. Lantai 1 adalah lobi, lantai 2 tempat wudhu pria, area bermain anak, sama ruang sekolah atau semacam TPA buat anak-anak. Lantai 3 area masjid buat pria, lantai 4 area masjid wanita, lantai 5 kantin. Setelah itu saya ngga tau lagi 🙂

DSC_2517
Penampakan di dalam Masjid Ammar di Wan Chai

Kalau di masjid Kowloon banyak ras Asia Selatannya, di sini berimbang antara Asia Selatan, Timur Tengah, termasuk Turki. Ras Tiongkok dan Melayu bisa dihitung jari. Itu menurut pengamatan saya selama saya ikut shalat di sana.

+++

Masjid Ibrahim

Ini masjid ketiga yang kami kunjungi. Setelah setengah hari menghabiskan waktu di Museum Science & Art Hong Kong, kami sedikit berkelana untuk mencapai masjid ini. Sebenarnya Masjid Kowloon lebih dekat posisinya dari museum, tapi saya penasaran dan pengen coba di masjid lain.

masjid ibrahim

Ternyata agak di luar dugaan. Saya ngga sempat foto, jadi hanya ngambil dari google. Masjid ini posisinya sedikit berada di “pinggiran” keramaian. Tapi dekat dengan area pemukiman, flat (apartemen). Dan sepertinya di pemukiman ini banyak dihuni oleh warga muslim dari Asia Selatan maupun Timur Tengah. Makanya mereka memanfaatkan sebuah lahan minimalis dengan bangunan seadanya untuk dijadikan tempat ibadah.

Bangunannya sendiri lebih mirip bangunan darurat atau sementara. Walaupun demikian, suasana di dalam sangat sejuk. Waktu kami mampir sholat, di sana sedang ada kegiatan ngaji untuk anak-anak, persis kayak di Indonesia, anak-anak pada berisik, sementara ustadznya sibuk mendengarkan salah satu setoran hapalan Al Qur’an salah satu anak. Surah yang dibacakan bukan dari juz ‘Amma, sepertinya dari salah satu surah di juz 28 atau 29. Saya juga ngga hapal… 😀

2017-04-21_232410
Kawasan hunian di sekitar Masjid Ibrahim

+++

Masjid Jamia (Jamia Mosque)

Masjid ini sedikit unik. Masjid Jamia adalah masjid tertua di Hong Kong. Bangunannya memang sudah monumental, dan selain dipakai beribadah, juga menjadi tujuan wisata serta dimanfaatkan untuk dakwah oleh para imam dan pengurus di sana.

DSC_2726
Masjid Jamia, Hong Kong
DSC_2714
Prasasti pendirian masjid
DSC_2728
Lokasi masjid dikelilingi gedung-gedung tinggi

Sekedar informasi, sebaran penganut keyakinan dan agama di Hong Kong cukup bervariasi. 3 teratas diduduki oleh Buddhisme (kadang dicampur Taoisme dan Konfusianisme), kemudian Kristen (Katolik Roma & Protestan), dan non-agama, baik itu atheisme maupun agnostik. Muslim termasuk minoritas, bareng sama Hindu, Yahudi, Sikh, dll. Salah satu dakwah yang mereka gencarkan di sana adalah dakwah tauhid dan mengenalkan sosok Rasulullah Muhammad s.a.w.

DSC_2724
Salah satu buku yang diterbitkan oleh lembaga dakwah di Hong Kong. Buku ini ditulis dalam berbagai bahasa, dan dibagikan secara gratis. Buku-buku mengenal Allah sebagai satu-satunya Tuhan (Al Ahad) juga banyak.

Sewaktu kami tiba di sana, salah satu imam sedang melayani turis dan memberi penjelasan kepada mereka. Turisnya sepertinya dari wilayah Hong Kong juga, atau daratan Tiongkok dan sekitarnya, soalnya mereka berdisuksi seru pakai bahasa Mandarin (atau bahasa Kanton??) wallahu a’lam.

DSC_2721
Pak Imam (peci putih) sedang memberi penjelasan kepada pengunjung

Setelah shalat, saya jalan-jalan di sekitar masjid. Tempatnya nyaman, teduh, di tengah-tengah kerumunan gedung pencakar langit. Ada beberapa rumah sederhana di sekitar masjid, yang dihuni oleh penjaga dan imam. 2 anak berparas Timur Tengah terlihat bolak-balik dari salah satu rumah menuju ke masjid. Di masjid juga ada air minum gratis. Saya sempatkan mengisi botol kosong di situ. Oiya.. air minum di Hong Kong cukup mahal sodara-sodara. Kalo dirupiahkan, sebotol air minum kemasan 500mL harganya bisa 35-40ribuan. Sakit hati ngga?.. 😀 😀

Alhamdulillah semua masjid di sana menyediakan air minum gratis buat para jamaah dan pengunjungnya, termasuk masjid Kowloon, masjid Wan Chai, dan masjid Ibrahim.

DSC_2740
Pak Imam yang tidak bisa saya sebutkan namanya… karena ngga nanya 😀 Dia buru-buru mau jawab panggilan telpon.
DSC_2745
Di dekat gerbang masjid ada banner pesan tauhid ini. Allahu Akbar

+++

Masjid Yang Lain

Ada 2 masjid lagi yang ngga sempat kami kunjungi. Yang satu Masjid Stanley, di area penjara di bagian selatan. Cukup jauh jaraknya. Satu lagi masjid Cape Collision. Saya sebenarnya penasaran dengan masjid Cape Collision ini karena posisinya berada di atas bukit, terpencil dan dikelilingi pemakaman muslim. Di area situ juga ada pemakaman pahlawan (kayak taman makam pahlawan), rumah kremasi, dan pemakaman Hindu kalo ngga salah. Cuma waktu itu ngga keburu waktunya karena ngejar jadwal shuttle bus ke bandara.

+++

Musholla

Yang namanya Musholla, kalo dalam pengertian kita (orang Indonesia) adalah tempat sholat yang relatif kecil dan merupakan bagian khusus dari sebuah gedung atau bangunan. Padahal secara bahasa musholla itu ya masjid juga… tempat untuk sholat. 😀

Musholla memang susah ditemui di Hong Kong, kecuali di tempat umum yang sangat besar atau tersohor.

Yang pertama, di bandara Internasional Hong Kong. Bandara segede itu, hanya punya 1 ruang musholla kecil, kapasitas kira-kira bisa jamaah sekitar 20an orang lah. Lokasinya ada di Gate 42. Jumlah gate di bandara Hong Kong lebih dari 100 gate, hampir 200. Dan untuk mencapai musholla itu, saya harus naik kereta khusus. Bisa sih jalan, tapi bisa 10 menit jalannya.

DSC_2970
Gede banget ini bandara….. 😦 😦

Yang kedua, di Disneyland Park. Lokasinya ada di belakang restoran halal Explorer Club, tepatnya di Guest Service – Mystic Point Area.. di situ ada Smoking Area, Toilet, ATM, Drinking Fountain, Public Phone, sama yaaa musholla itu… Cuma yang musholla ngga ada papan namanya. 😀 😀

This slideshow requires JavaScript.

+++

Intinya selama berada di Hong Kong beberapa hari kemarin, kami ngga ada masalah dengan menemukan tempat shalat di luar hotel. Memang sudah terencana, dengan batuan internet, google map, dan beberapa aplikasi pembantu seperti rute transportasi di sana.

 

Makanan Halal

Masalah makanan halal juga sedikit bikin “capek” karena relatif agak susah… hanya bisa diperoleh di daerah-daerah tertentu. Fast food ternama memang ada seperti ayam krispi yang terkenal itu (M*D, K*C).. trus ada juga Burger K*ng, Pizza Ex*ress, dll… tapi ngga ada jaminan dan sertifikasi halalnya.

Bahkan kami sempat lewati salah satu “warung” yang pake papan nama tulisan arab. Tadinya mau mampir di sana, ternyata setelah di cek, itu adalah bar ala Lebanon. Tentu saja banyak alkohol bertebaran di dalamnya 😀

Oiya… makanan di Hong Kong harganya mahal-mahal. Ini adalah beberapa tempat makan halal yang sempat kami cicipi. :

  1. Masjid Ammar lantai 5. Harga standar.. ngga mahal kalo ukuran Hong Kong (tapi untuk Indonesia relatif lebih mahal). Banyak pilihan makanan. Dim sum-nya sangat direkomendasikan. Untuk anak-anak, es Milo adalah minuman favorit.
  2. Hung Chinese Restaurant – Halal Food. Lokasinya ada di lantai dasar gedung Chungking Mansions, sekitar 150m dari masjid Kowloon. Enak-enak makanannya… terutama bihun sapi lada hitamnya. Slurp.
  3. Istanbul Kebab, Turkish Diner. Ini yang paling top… pelayanannya keren. Mas-masnya ramaah banget. Makanannya enak. Harga worthed laah.
    Kami juga ngga sengaja ketemu tempat makan ini. Tadinya mau cari Resto Al Maidah di salah satu gedung pertokoan di dekat masjid Kowloon. Eh.. tiba-tiba nyasar ke resto Turki ini. Yaa udahlah.. sama-sama halal. 😀

    DSC_2582
    Waktu mas-masnya bilang “this is the kecap”, saya bingung… kenapa pizza pake kecap?? Ternyata kecap = saos tomat. 😀
  4. Warung Chandra. Iya… namanya Warung Chandra, posisi di samping gedung kantor Konsulat Jenderal Indonesia. Di sekitar situ juga ada Bank Mandiri dan BNI (siapa tau mau tarik tunai). Ada juga resto Indo yang lain, tapi kami ngga sempat ke sana. Di Warung Chandar ini ngga cuma makanan ala Indonesia, tapi snack dan minuman-minuman Indonesia juga dijual di sini… mulai dari susu Ultra, Kratingdaeng, Larutan Penyegar, sampai Kiranti. 😀 😀

    DSC_2769
    Rak jajanan dan minuman di Warung Chandra
  5. Di Disneyland Park ada 2 tempat makanan halal: Explorer’s Club sama Tahitian Resto, tapi waktu kami ke sana Tahitian Resto lagi tutup. Menu di Explorer’s Club ada menu Indonesia, India, sama Chinese Food kalo ga salah.
  6. Popeye’s Fried Chicken di Bandara Internasional Hong Kong. Satu-satunya tempat makan halal di bandara. Lokasinya di food court, ngga jauh dari M*Don*lds.
  7. Makanan paling murah adalah nasi bungkus yang dijual sama seorang wanita Indonesia di “emperan” masjid Kowloon. Menunya macam-macam… ayam balado, nasi uduk, ayam penyet, dll. Di trotoar depan masjid Kowloon juga ada laki-laki yang suka nawarin kebab.

Kapan-kapan lah kalo ada waktu, saya nulis lebih lengkap tentang pengalaman berburu makanan halal di Hong Kong yang lebih lengkap lagi.

Fiuh….

Semoga terhibur 😀

-mohon maaf kalo ada typo-

Masjid Diary – File 006: Terusik Di Saat Maghrib

Seperti biasa, jamaah perintis Maghrib ini hanya terdiri dari 2 shaf kurang, dan biasanya pada akhir salam jumlahnya bertambah menjadi sekitar 4 shaf lebih. Artinya, yang masbuk memang hampir selalu lebih banyak.

Kali ini saya ikut sebagai “perintis” tapi sengaja mengambil shaf kedua, karena sedang bawa anak kecil. Nah, kejadiannya bermula ketika ada seorang makmum yang mengambil posisi di sebelah kiri saya. Penampilannya lumayan menarik perhatian.

Dia memakai celana panjang training. Walaupun warnanya hitam (gelap) tapi saya masih bisa mendeteksi bahwa bahannya seperti semacam parasut tebal, ditambah dan motif garis memanjang ke bawah di sebelah kiri dan kanannya, ngga ragu lagi, itu celana training olahraga.

Saya menarik pandangan sedikit ke atas… kaos ketat polos berwarna gelap juga. Dan secara sekilas memang hampir menyerupai penampilan seorang Personal Trainer (PT),atau mungkin Trainee?? 😀 Wallahu a’lam. Kalau saja postur tubuhnya ideal, mungkin hipotesis saya 99% akan berkata kalau dia memang seorang olahragawan.

Pikiran itu buyar ketika takbiratul ihram terlantun dengan mantap melalui pengeras suara. Sebuah aba-aba yang tegas yang menandakan bahwa jamaah tidak boleh lagi melakukan aktivitas lahir dan batin selain shalat.

Gerakan demi gerakan berlalu. Lagi-lagi otak saya bekerja menginterpretasi pandangan yang tertangkap oleh sudut sempit mata saya. Gerakan shalat si olahragawan tadi agak sedikit menyita perhatian. Saya berusaha ngga berpikir macam-macam, tapi ketika melihat sesuatu yang beda dari yang “biasanya” dilakukan oleh orang lain, tentu muncul hasrat yang sangat kuat untuk menganalisa. Kenapa gerakannya seperti itu? Kok aneh? Dan berbagai pemikiran lainnya.

Saya ngga bicara tentang gerakan-gerakan khusus yang biasanya dilakukan oleh aliran tertentu. Saya bicara tentang gerakan-gerakan yang biasanya dilakukan oleh orang-orang yang sepertinya belum pernah belajar tentang gerakan shalat, misalnya anak kecil. Ya. Hanya anak kecil yang sering saya lihat melakukan gerakan seperti itu.

Dan, apakah bisa ditebak apa yang dilakukan oleh orang itu setelah selesai salam? Ya. Langsung pergi.

Nah… dalam kondisi seperti ini, batin saya berontak… kadang mau mengomentari, kadang berusaha menahan. “Don’t judge!! Don’t judge!!” itu aja terus yang berusaha saya bisikkan.

Akhirnya akal sehat lah pemenangnya.
“Mungkin orang itu memang baru belajar shalat. Belum ada yang bimbing. Kamu yang sudah belajar sejak kecil, baca buku sana buku sini, belajar langsung dari orang tua, guru, ustadz, dll, ngga pantas lah berpikiran seperti itu. Apalagi dia sudah bisa melangkah ke masjid. Itu susah lho. Kamu aja masih bolong-bolong ke masjidnya.”

Saya pun teringat hadits Rasulullah SAW tentang orang yang terbata-bata membaca (tilawah) AlQur’an, akan memperolah dua pahala. Mungkin sama dengan orang ini, terlihat masih “terbata-bata” melakukan shalat, tapi sesungguhnya dia mendapat pahala yang lebih besar karena usahanya.

Semoga kita selalu terhindar dan berusaha menghindari prasangka-prasangka buruk, walaupun itu terucap di dalam hati.

Berusahalah mengurangi satu aja prasangka buruk hari ini.
#DontJudge
#SpreadSalaam

Masjid Diary – File 005: Terganggu

Banyak hal yang membuat kita merasa terganggu konsentrasinya sewaktu beribadah di masjid. Yang saya alami semalam agak unik.

Saya berdiri kira-kira di shaf ke empat, dengan posisi di sisi kiri imam. Udah hampir di ujung shaf, ada 4 atau 5 orang lagi di sebelah kiri saya.

Ada satu jamaah di sebelah kiri saya – persis di sebelah kiri saya – berdiri shalat dengan posisi nggak lurus ke depan, tapi agak serong ke kanan. Jujur aja sepanjang shalat ngga bisa konsen. Memang ngga ekstrim sih kelihatannya, tapi bagi saya yang ada persis di sebelah kanannya, agak gimana gitu. Bisa dibilang risih. 😀

Soalnya gini.. kalo saya menengok ke kanan… barisannya itu lurus, rapih, semua orang kelihatan. Begitu saya nengok ke kiri, yang kelihatan cuma bapak itu aja 😀 Karena badannya agak nyerong. 😀

Tapi anehnya.. teorinya kan, kalo posisi dia memang serong, harusnya kepala atau badan kami “bertabrakan” pada saat ruku atau sujud. Tapi ini ngga… malah jadi sejajar, lurus ke depan!…

-aneh-

Masjid Diary – File 004: Ramadhan

Di bulan Ramadhan, ada 2 tempat yang mendadak menjadi lebih ramai daripada bulan-bulan lainnya… masjid dan panti asuhan 🙂

Masjid dan Ramadhan memang erat sekali hubungannya. Ada ibadah tarawih yang dianjurkan dilaksanakan di masjid. Aneh ya? Padahal status shalat wajib kan lebih utama ya? Kenapa shalat wajibnya lebih sepi daripada tarawih? hehe..

Paling ngga ada beberapa alasannya:… salah satunya… Tarawih itu spesial, hanya dilaksanakan sewaktu-waktu. Apalagi tarawih pertama, itu yang banyak dikejar-kejar… makanya tarawih yang paling rame adalah tarawih pertama, dan tarawih yang paling sepi adalah tarawih terakhir. Kenapa? karena udah mulai bosan? Iya kali ya

Shalat tarawih aja yang paling banyak dilakukan 30 kali berturut-turut orang bisa bosan… apalagi shalat wajib yang 5 kali sehari seumur hidup sampai mati… 2 hari aja mungkin udah bosan kali ya?

Hehe… tapi ternyata ngga lho. Justru shalat wajib di mesjid itu bikin “ketagihan”. Yaaa.. saya juga belum bisa full 5 waktu di masjid sih. Masih ada 1 yang susaaah banget. 😀 Tapi insya Allah… target tahun ini… harus bisa lebih baik dari tahun kemarin!

Amin

Masjid Diary – File 003: Anak-Anak

Nabi menganjurkan kepada kita untuk membiasakan mengikutkan anak ke masjid ketika shalat maupun sewaktu ada taklim.Nah, yang sering menjadi masalah di sini adalah perilaku anak-anak di masjid, khususnya pada saat shalat berjamaah sedang berlangsung.

Kalau anak-anak yang didampingi orang tuanya sih sebagian besar dari mereka masih bisa dikontrol, masih bisa diberi pemahaman, dan cenderung akan berada di dekat orang tuanya.

Tapi kan banyak juga tuh anak-anak yang sengaja memisahkan diri dan berkumpul bersama sebayanya, atau memang anak-anak yang datang tanpa ditemani orang tua mereka. Apa yang mereka lakukan? Sudah bisa ditebak… bermain, membuat gaduh selama shalat berlangsung.

Tiap masjid sebenarnya punya metode yang beda-beda dalam mengatur anak-anak ini, sesuai dengan karakter lingkungan di sana.

Ada yang memisahkan jamaah orang dewasa dengan anak-anak, khususnya anak-anak yang – maaf – agak sulit diatur. Jadi, mereka diberi tempat khusus, terpisah dengan jamaah dewasa, jadi kalopun mereka mau bermain, ngga akan terlalu mengganggu jamaah lain. Ada yang meletakkan mereka di lantai 2 misalnya… jadi sepanjang shalat, yang lantai 1 pada khusyuk, di lantai 2 kayak pasar.

Cara ini menguntungkan jamaah dewasa, tapi ngga sama sekali buat anak. Anak akan susah belajar dan akan menjadikan shalat berjamaah adalah arena bermain yang seru. Anak-anak ini sih cenderung bakalan lebih rajin ke masjid, tapi motivasinya buat bermain, bukan buat shalat.

Ada juga yang pakai cara menyatukan jamaah dewasa dan anak-anak, tapi anak-anak diposisikan di shaf agak belakang. Cara ini sedikit lebih ampuh daripada cara pertama. Sebagian anak akan tertib shalat, dan sebagian lagi – yang memang agak susah diatur – akan berusaha tetap merusak suasana dengan cara bercanda, cekikikan, melakukan gerakan-gerakan yang mengganggu, dll.

Cara yang lain, ada juga yang memisahkan anak-anak ini menjadi sendiri-sendiri, disisipkan di antara dua jamaah orang dewasa. Tujuannya biar si anak ngga dikasih kesempatan untuk mengganggu pelaksanaan shalat. Saya juga pernah lihat cara ini, tapi yaaa kalo memang anaknya keras kepala tetap aja gagal. Anak-anak yang sudah dipecah-pecah ini, sengaja berdiri dulu di tengah-tengah jamaah dewasa. Begitu kedua orang dewasa di sampingnya sudah takbiratul ihram, mereka langsung kabur, keluar dari shaf dan berkumpul lagi bikin gaduh.

Kemarin, saya agak telat masuk ke jamaah… shaf sudah rapi… saya lihat ada 3 anak berkumpul di satu shaf barisan belakang. Sebelah kiri mereka sudah ada jamaah dewasa. Harusnya saya masuk di sebelah kanan mereka. Tapi saya malah masuk ke tengah-tengah mereka, saya pisahin 2 anak di kiri sana, 1 anak yang paling gede di kanan saya. 2 Anak yang di kiri saya sedikit tertib sih, cuma sambil ngobrol. 1 anak di kanan saya ini yang “gatal”, risau, gundah.. 😀 Akhirnya, di rakaat ke dua atau tiga, dia ngga tahan… dia melancarkan “serangan” pada saat saya sedang sujud. Dia ngga sujud, trus menjulurkan tangannya ke anak di sebelah kiri saya (ngga tau mendorong atau nyolek). Abis itu rusuhlah mereka, main tembak-tembakan!

Yaa terganggu lah!! Tadinya saya niat mau tegur mereka pada saat selesai shalat. Tapi mereka udah kabur duluan pas selesai salam pertama. #%^&$&#!!!

Masjid Diary – File 002 : Salaman

Bersalaman setelah shalat, masalah “ngga penting” ini sempat diperdebatkan secara serius di media sosial dan beberapa forum online. Yaela… buang-buang energi. Sampai-sampai muncullah kubu garis keras antara pro dan kontra.

Saya mendukung yang mana? Kalo misalnya gara-gara masalah ini sampe muncul perpecahan di masjid, lebih baik saya ngga ke masjid.

Trus, yang mana yang saya amalkan?

Cerita dulu yak…. Dulu, waktu kecil… saya – jujur – cuma ikut-ikutan dengan apa yang dilakukan di sebuah masjid. Karena banyak yang salaman setelah shalat, saya pun ikut ritual itu.

Setelah pindah, belajar, dapat ilmu, akhirnya mulai paham kalau bersalaman itu bukan bagian dari shalat, dan bukan bagian dari “hal-hal yang disunnahkan setelah melakukan shalat”. Setelah shalat bukankah kita sangat dianjurkan untuk melakukan dzikir dan do’a?

Ada sebuah kasus, dulu… saya pernah sholat di sebuah musholla, di situ ada satu orang yang sudah sholat duluan. Saya bermakmum kepada orang itu. Setelah dia salam, saya berdiri melengkapi raka’at karena saya tadi masbuk. Setelah saya salam, saya mencoba mencolek dia mengajak bersalaman. Ternyata dia sedang khusyuk berdoa! Glek!… Sumpah… ngga enak banget rasanya.

Dan… kejadian itu pun terulang seolah-olah menjadi karma buat saya. Kali ini giliran saya yang “diganggu” oleh orang yang ingin bersalaman setelah shalat. Tapi posisi saya waktu itu bukan sedang berdoa, tapi masih baca tahiyat! Kebetulan imamnya agak cepat tahiyat akhirnya (atau saya yang kelamaan ya?), jadi saya agak telat mengucapkan salam. Sementara makmum di kiri kanan saya sudah salam, dan langsung menyodorkan tangannya… padahal jelas-jelas posisi saya masih duduk tahiyat akhir dengan telunjuk masih terjulur ke depan. 😀

Jadi… yaaa gitu deh. Sampai sekarang, sikap saya adalah… setelah shalat langsung dzikir, sesuai apa yang dicontohkan Rasulullah SAW. Kalopun ada yang minta bersalaman, tentulah ngga ditolak. Cuman… memang saya pernah dengar/baca, ada orang yang terang-terangan menolak bersalaman setelah shalat. Wallahu a’lam… no comment-lah untuk kasus yang ini 🙂 Allah Maha Tahu lagi Maha Bijaksana.

Justru saya punya waktu khusus untuk bersalaman lebih leluasa, misalnya… pada saat berpapasan masuk masjid, pada saat berdiri merapatkan shaf, pada saat selesai dzikir/doa/shalat sunat dan berpapasan dengan jamaah lain, dan masih banyak waktu lain di luar shalat dimana kita bisa bersalaman justru dengan  lebih ikhlas, lebih bebas saling lempar senyum, dan saling bertanya kabar. Ngga mungkin kan kita melakukan itu pada saat bersalaman setelah shalat? Hehe 🙂

Wallahu a’lam.

Masjid Diary – File 001 : Sandalnya Mas

Pernah lihat pemandangan seperti ini?

Ada rak sepatu, tapi sandal & sepatu berserakan di luar. Trus, apa gunanya rak di simpan di situ??

Saya lupa ambil fotonya, tapi rak itu masih kosong!

Mungkin ada yang mikir, “ah.. masalah gitu doang dibahas…

Untuk sementara, kesimpulan saya adalah bahwa kebanyakan pengunjung musholla/mesjid ini termasuk kategori:

  • Malas gerak. Malas buka pintu rak, bungkuk ngambil sepatu, masukin ke dalam rak. Lama dan buang energi. Lebih cepat kalo tinggal lepas sambil jalan ngeluyur… Done!
  • Ikut-ikutan. Kalo udah ada satu yang melakukan, itu hukumnya menjadi Sah atau Mubah, jadi boleh diikuti. Ngga cuma di sini, tapi hampir di mana-mana.
  • Malas baca. Udah dikasih rak, dikasih petunjuk, tapi ngga dikerjakan juga. Ini baru satu petunjuk sederhana. Bagaimana dengan petunjuk hidup dalam satu kitab?

Pesan saya buat yang baca tulisan ini:

“Semoga kecelakaan menimpa siapa saja yang udah tau ada rak yang masih kosong tapi masih menyimpan sandal/sepatu di luar, termasuk diri saya sendiri.”

Amin.

Lebay amat doanya, bro? Biasa aja kali.

Yaaa… bayangin aja kalo yang digituin adalah rumah atau fasilitas milik anda misalnya. Anda udah susah payak bikin peraturan biar suasana rapi, nyaman, bersih, tapi masih dilanggar juga. Fasilitas ini bukan milik siapa-siapa lho.. bukan milik pengelola gedung… bukan milik pengurus. Ini fasilitas buat tempat bersujud… masjidun… tempat sholat… musholla… spesial milik Allah.