Mungkin saya terlalu cepat menyimpulkan. Ini baru hari pertama dioperasikannya lampu lalu lintas di persimpangan Jl. Pahlawan Seribu, Jl. Arteri Golf, dan Jl. Lengkong Wetan yang dulunya di tempat itu terdapat sebuah bangunan ikonik wilayah Bumi Serpong Damai (BSD).
Kini, bundaran indah itu sudah tidak ada Padahal jika kita melintas di bundaran itu di malam hari, dan jika beruntung mendapati air mancur diiringi kelipan lampu hias, rasa penat menjadi berkurang.
Hari ini, berdasarkan pengamatan pantauan langsung dari lapangan, adanya lampu lalin tersebut justru membuat sebagian besar (hampir 80%) pengguna jalan menjadi kecewa. Padahal ini bukan peak hour lho… jam 10 itu termasuk normal hour di wilayah sana, tapi kemacetan di Jl. Pahlawan Seribu masing-masing ruas mencapai 800 m!.
Situasi traffic di atas, saya capture pada jam 11 siang.
Dan gambar di atas adalah, situasi normal (typical) sebelum adanya lampu lalin.
Sebelum Ada Lampu Lalin
Sebelum ada lampu lalin, kita bisa urai arah perjalanan pemakai jalan di sekitar wilayah tersebut sebagai berikut.
1. Arah BSD – Tangerang, dan sebaliknya Tangerang – BSD
Ini adalah arus yang mendominasi pergerakan lalin di sana. Bahkan kapasitas Jl. Pahlawan Seribu pun 70-80% diisi oleh arus ini.
2. Putaran Balik Di Depan Ruko Golden Boulevard / Pertamina
Putaran balik ini digunakan oleh pengguna jalan yang bergerak dari :
a. Bukit Golf ke Lengkong / Jelupang
b. Bukit Golf ke BSD Junction
c. BSD ke Lengkong / Jelupang (dominan)
Pada arah sebelum putaran balik, praktis hampir tidak ada hambatan. Sebaran titik konflik cukup lebar. Apa itu titik konflik? Titik konflik itu banyak macamnya, salah satunya adalah titik dimana terdapat perpotongan arus pergerakan pengguna jalan. Misalnya, ada pengguna jalan yang mau lurus pakai lajur kanan, sementara ada pengguna jalan lain mau mutar balik tapi dia dari lajur kiri, dia harus memotong ke lajur kanan. Nah, titik dia harus berpindah ke lajur kanan itu namanya titik konflik, karena dia bersinggungan dengan pengguna jalan yang mau lurus tadi.
Ini contoh gambaran sebaran titik konflik. Yang warna hijau itu, pengguna jalan dari bukit golf bisa bebas berpindah lajur di sepanjang lajur hijau tersebut tanpa ada masalah signifikan, tanpa mengurangi kecepatan yang banyak. Titik konflik ini tidak berpotensi menimbulkan macet. Semakin panjang sebaran titik konflik, semakin kecil potensi untuk macet.
Sementara yang merah, begitu selesai putar balik, di situ ada pintu masuk ke Ruko Golden Boulevard. Pengguna jalan yang baru saja putar balik dan mau masuk ke ruko tersebut, hanya diberi jarak yang sangat sedikit untuk berpindah lajur, melintasi 2 lajur sekaligus. Titik konflik ini berpotensi menimbulkan macet. Walaupun demikian, di titik ini hambatannya masih bisa dimaafkan, karena ngga sedikit juga pengguna yang punya otak dan hati nurani yang memilih untuk masuk ke ruko melalui pintu yang ada di depannya lagi (dekat jembatan penyeberangan).
Overall, putaran balik ini masih optimal untuk mengakomodasi pergerakan lalin di sana. Jarak untuk berpindah lajur ke kiri untuk belok ke Lengkong pun cukup panjang.
Tapi, ada satu masalah di sini. Sekolah Binus. Ini udah rahasia umum, pada jam sibuk antar jemput siswa, macetnya memang luar biasa. Tapi kemacetan itu bersifat lokal. Lampu lalin ngga akan membantu, justru memperparah. Bisa dibayangkan, kalo pada saat peak hour antar jemput sekolah nanti, bakalan ada bottleneck. Lampu hijau sudah selesai, tapi masih ada antrian, jadi yang arah lurus yang sudah hijau bakal terhambat.
Solusinya, harus ada usaha dari Binus juga, misalnya cycle time antar jemput di sana lebih dioptimalkan lagi.
3. Putaran Balik BSD-Junction
Ini termasuk putaran balik yang cukup padat, soalnya banyak pemakainya, yaitu penguna jalan dari arah:
a. Jl. Letnan Soetopo (Pasar Modern) ke Tangerang / Alam Sutera / Bukit Golf / Lengkong (dominan)
b. Lengkong / Tangerang ke Bukit Golf
c. Lengkong ke Tangerang / Alam Sutera
Sementara sebaran titik konfliknya juga tidak terlalu panjang, ngga seimbang dengan arusnya. Makanya di sana sering macet pada jam-jam sibuk.
Setelah Ada Lampu Lalin
Dengan adanya lalin, perilaku pengendara akan berubah, terutama pengguna putaran balik. Saya adalah pengguna rutin semua putaran balik di sana, dan saya merasa ngga ada masalah dengan putaran balik tersebut. Semuanya bisa ditempuh tanpa membuat kendaraan berhenti. Perjalanan yang biasanya saya tempuh 20 menit, tadi pagi menjadi 45 menit. Saya lebih suka menempuh jalur lebih jauh tanpa mengurangi kecepatan atau berhenti, daripada memperpendek jarak tempuh tapi harus berhenti beberapa menit! Menit lho… bukan detik.
Yaaa.. mudah-mudahan saja semua sudah dipikirkan oleh dinas terkait, kecuali kalo mereka memang ngga mampu mikir. Masalah macet, untuk jalan sebesar Jl. Pahlawan Seribu yang kapasitasnya cukup besar, apa mereka ngga bisa perhatikan ya titik-titik penyebab masalahnya? Putaran balik di depan Giant Melati Mas. Di situ lebih cocok dipasangi lampu lalin, karena tanpa lampu lalin pun orang harus berhenti, baik itu yang mau lurus dari WTC ke BSD maupun yang mau mutar balik. Toh sama-sama berhenti… lebih baik dibikin lampu lalin di sana. Kecuali kalo mau rekayasa U-Turn. Kebetulan saya sedang studi tentang “U-Turn tidak sebidang” menggantikan U-Turn konvensional dan biang macet itu. Mudah-mudahan layak dan bisa diaplikasikan.
Titik macet lainnya, putaran balik untuk motor di beberapa titik. Memang ngga signifikan tapi lumayan membuat pengendara lain mengurangi kecepatannya.
Dan satu lagi yang sangat populer, pelataran Soto Betawi H. M*m*t (seberang Suzuki). Uang yang disetor buat suap dinas perhubungan atau yang terkait, kalo dikumpul-kumpul kan bisa bikin gedung parkir.
+++
Berharap yang terbaik aja lah. Seandainya mau dipanggil berdiskusi, saya sih siap-siap saja. Percuma udah capek-capek belajar Rekayasa Lalu Lintas, sampe ikut praktikum menghitung kendaraan, arus jalan, dll. kalo ngga kepake yaaa mubazir
Saya memang lulusan teknik Sipil dan memilih berkiblat ke bidang struktur, tapi ilmu sipil itu luas, termasuk salah satunya ilmu bidang transportasi (traffic engineering), dan kami sudah dibekali itu di bangku dasar kuliah. Jadi, saya berusaha tidak ngomong panjang lebar kalo ngga punya ilmunya, walopun hanya sebatas dasar.
Dan mudah-mudahan saja, bapak-bapak kita yang sudah merencanakan ini, jauh lebih memahami traffic engineering daripada kita semua. Tapi kalo ditanya apa harapan saya? Ngga tau..
[semoga.bermanfaat]
Serpong. 30/06/15