Menunggu Hidayah? Yakin?

hidayah Sering kita mendengar istilah… “belum dapat hidayah”. Pertanyaannya adalah, apakah yang bersangkutan memang pernah meminta hidayah? Apakah yang bersangkutan pernah benar-benar menginginkan hidayah?

Mungkin… kita memang sudah sering mengucapkan doa.. “ya Allah, berilah aku hidayah dan petunjuk…”, atau doa sejenis itu. Tak terhitung sudah doa yang sudah keluar dari mulut kita. Lalu… kenapa hidayah itu belum datang-datang juga?

Ternyata eh ternyata… hidayah itu serupa tapi tak sama dengan rejeki… Tidak hanya harus selalu DIMINTA, tapi juga DICARI. Berdoa itu bagus, tapi kalo berdoa sepanjang hari tanpa melakukan usaha untuk mendekati apa yang kita inginkan, itu ngga ada gunanya. Bukankah rumusnya doa + ikhtiar = terkabul? 🙂

Jadi, percuma saja kalo setiap shalat kita memohon hidayah dan petunjuk, tapi setelah itu kita larut lagi dalam aktivitas dunia, mencari nafkah, bermuamalah, mencari rejeki, menjalin silaturahmi dengan kerabat, dll. Nggak salah sih. tapi coba cek, apakah ada di antara aktivitas kita sehari-hari yang termasuk di dalam kategori khusus “ikhtiar atau usaha dalam mencari atau menjemput hidayah”? Secara langsung ngga ada. Padahal banyak yang bisa kita lakukan untuk menjemput hidayah tersebut.

  1. Mendatangi mejelis-majelis ilmu.
    Wah.. ini mungkin susah. Terutama buat kita yang sebagian besar siang hari kita dihabiskan di lingkungan kantor. Walopun demikian, kita masih punya kesempatan untuk menghadiri kegiatan-kegiatan di mana kita bisa menambah ilmu dan wawasan kerohanian kita. Pengajian rutin di lingkungan kantor dan sejenisnya adalah wadah yang tepat. Alhamdulillah di tempat kerja saya ada pengajian rutin 2 mingguan, tapi kok sejak ramadhan berakhir kegiatan tersebut belum jalan lagi?? Continue reading “Menunggu Hidayah? Yakin?”

Ikhtiar yang sempurna dong…

Suatu malam di sebuah ruas jalan ibukota…

Polisi: “Assalamu ‘alaikum… Selamat malam, bapak-bapak. Mohon maaf sebelumnya karena saya terpaksa memberhentikan motor bapak..”

Pengendara: “Wa alaikum salam. Ada apa pak?”

Polisi: “Boleh saya tau kenapa bapak berdua tidak menggunakan helm di jalan seperti ini?”

Pengendara: “Kami mau menghadiri pengajian, pak. Bapak bisa lihat peci yang kami pakai.” (pasti mau malak lagi nih….)

Polisi: “Sebelumnya maaf. Saya yakin bapak berdua punya niat yang tulus dan bersih untuk menghadiri pengajian. Saya juga yakin bapak sudah membersihkan batin, sudah berdoa, dan mungkin juga bersuci sebelum berangkat. Tapi… bapak-bapak belum menyempurnakan ikhtiar. Memakai helm memang tidak wajib dalam hukum Islam, tapi itu kan adalah salah satu wujud ikhtiar bukan pak?… mudah-mudahan bapak setuju… Bapak punya helm kan di rumah?”

Pengendara: “Niat kami baik, pak. Insya Allah kami sudah tawakkal kepada Allah.. Allah tentu akan melindungi kami”

Polisi: “Bapak yakin? Kalau saya potong tali rem bapak bagaimana?”

Pengendara: “Itu artinya bapak mencoba mencelakai saya…”

Polisi: “Berarti..dengan tidak memakai helm, bapak sudah mencoba mencelakai diri bapak sendiri? Bapak harusnya lebih tau daripada saya… kalo Rasul selalu mengutamakan keselamatan di mana pun beliau berada. Asal bapak tau saja…angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas di Jakarta ini…sangat tinggi… hampir sama dengan angka kematian dalam sebuah perang! Memang seperti itu, pak… berkendara di Jakarta adalah perang. Nabi selalu menggunakan perlengkapan lengkap ketika berperang…beliau melindungi tubuhnya untuk mengurangi risiko terluka… Sementara bapak? Membiarkan kepala bapak tidak terlindungi sementara pelindung kepala bapak tersimpan rapi di rumah?… Jika ikhtiar belum sempurna, belum pantaslah disebut tawakkal… bukan begitu pak?”

Pengendara: “….”

Polisi: “Saya tidak akan menilang bapak kok. Saya cuma mau tau kenapa bapak-bapak tidak konsisten?… Bapak mempunyai hati yang lurus, niat yang tulus, tapi… seandainya bapak meninggal dalam perjalanan… mungkin bapak berharap bisa menjadi syuhada… Tapi, sepengetahuan saya… para syuhada selalu menyempurnakan ikhtiar mereka….”

*the end*
nb: gambarnya ngga nyambung…