Setelah heboh dengan traffic light (TL) BSD Plaza (ex Bundaran BSD) yang justru membuat parah kondisi lalu lintas di sana, ngga etis rasanya kalo cuma bisa protes dan mengkritik tanpa ada saran maupun usulan mengenai solusinya. Saya terpanggil untuk sharing tentang kondisi lalu lintas di sana dari segi engineering (rekayasa). Masalah tata kota memang ngga sekedar faktor teknis, banyak juga aspek non-teknik dan sosial yang terlibat, tapi karena itu bukan bidang saya, jadi saya ngga bisa bicara apa-apa tentang aspek-aspek non-teknis tersebut.
Solusi untuk traffic problem di sepanjang jalan utama BSD – Tangerang sebenarnya ngga begitu rumit. Ngga serumit kondisi lalu lintas di kota-kota satelit lainnya seperti Depok, Cibubur, dan… yang satu itu… maaf… ngga tega nyebutnya…Bekasi. Serpong especially BSD, bisa dibilang yang paling nyaman kondisi lalinnya. Hehe… ngomong memang enak ya?
Tapi biar sama-sama enak, mari kita bahas pelan-pelan.
Teorinya Dulu
Sebelum masuk ke permasalahan, kita lihat teori dasar dulu tentang traffic engineering. Fungsi jalan adalah mengalirkan kendaraan se-optimal mungkin. Apa parameternya sehingga dikatakan optimal? Kecepatan tinggi kah? Ramai lancar kah? Bebas hambatan kah?
Ada 3 variabel yang menunjukkan kapasitas jalan: kecepatan kendaraan ( v ) , arus kendaraan ( A ), dan kerapatan / kepadatan jalan ( D ).
Hubungan ketiganya bisa dilihat di grafik di bawah.
Vo itu adalah kecepatan optimum yang bisa mengalirkan kendaraan paling banyak dalam selang waktu tertentu. Kondisi realnya ngga akan semulus grafik di atas. Bisa saja kondisi peak-nya ngga simetris.
Atau… kalo mau kita gambarkan kondisinya bisa dibagi 3 sebagai berikut:
1. Kondisi Lengang atau Sepi
Sesuai gambar di atas, walaupun kecepatan bisa mencapai maksimal, tapi arusnya kecil. Misalnya, kalo mau pakai angka, kita ambil saja contoh, arus kendaraan di kondisi ini sekitar 200 satuan kendaraan per jam, atau… dalam waktu satu jam ada kurang lebih 200 kendaraan yang melintas. Kalo mau konversi ke menit, berarti sekitar 3-4 kendaraan per menit. Sangat sepi.
Kerapatannya juga rendah, alias renggang, lengang, sepi. Dengan kecepatan rata-rata misalnya 100 km/jam, kerapatannya bisa diperkirakan sekitar 2 kend per km (tinggal bagi aja, 200 kend/jam dibagi 100 km/jam, hasilnya 2 kend/km). Artinya dalam jarak 1 km ruas jalan, hanya diisi oleh rata-rata 2 kendaraan.
2. Kondisi Optimal
Pada kondisi ini, arus mencapai maksimal. Kalau istilah lazimnya kita kenal dengan sebutan ramai lancar. Ramai, tapi kendaraan bisa melaju dengan lancar tanpa hambatan. Kecepatan kendaraan pada kondisi inilah yang disebut kecepatan optimal, kita tulis saja Vo. Rata-rata, nilai Vo ini bervariasi untuk tiap-tiap jalan, sesuai dengan jenis dan fungsinya. Untuk jalan kota, angka optimal ada di 60 – 80 km/jam. Jadi, jika anda berkendara di ruas jalan tertentu dengan kecepatan tersebut, bisa jadi itulah kondisi optimalnya. Semakin tinggi kelas jalan, semakin tinggi Vo-nya. Jalan tol misalnya, Vo nya berkisar antara 80-100 km/jam, itu yang sering kita lihat di tepi jalan tol bukan?
Jika ada kendaraan yang kecepatan maksimumnya ngga bisa melampaui Vo, maka kendaraan itu berpotensi menimbulkan antrian di belakangnya. Contohnya truk atau kendaraan yang memang sengaja berjalan lambat padahal kondisi jalan lagi sepi. Ini sering sekali ditemui.
3. Kondisi Macet
Jelas pada kondisi ini kecepatan kendaraan ngga bisa tinggi-tinggi. Malah paling parah ya berhenti. Sering kita dengar di beberapa ruas yang mengalami macet, rata-rata pergerakan kendaraan ngga lebih dari 10 km/jam. Walaupun padat atau kerapatannya tinggi, tapi arusnya kecil. Jalan itu hanya bisa melewatkan sedikit kendaraan. Coba lihat grafik warna biru di atas. Semakin tinggi kerapatan, justru arusnya mengecil.
Continue reading “Sekilas Tentang Kondisi Lalu Lintas BSD City”