Kepergian Seorang Guru

Kehilangan satu sosok panutan lagi…

Pak Asri (Drs. H. Asri Marhaban), begitu kami mengenalnya sewaktu beliau mengajari kami mata pelajaran matematika di bangku SMU.

Bagi saya pribadi, dia adalah salah satu idola. Saya mengagumi beliau dalam banyak hal.. terutama ilmunya yang luar biasa. Beliau tidak banyak basa-basi, tapi kalau sudah berurusan dengan materi yang beliau kuasai, beliau memberikan pengalaman dan pelajaran yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya. Sebuah tantangan baru. Cara berpikir yang keren, luar biasa. Beliau hanya sedikit mengajarkan apa yang ada di buku. Karena apa yang ada di buku, itu bisa dibaca dan dilatih berulang-ulang di rumah. Mungkin itu yang ada di pikiran beliau.

Beliau lebih banyak memberikan kami challenge, mendorong kami untuk mengeluarkan kemampuan kami, beyond the limit. Yah.. paling tidak itu yang saya rasakan… sebagai orang yang mungkin terlahir dengan tagar #matematika sejak kecil.

Salah satu materi yang pernah beliau ajarkan dan sangat berpengaruh terhadap keadaan saya sekarang adalah tentang Logika Matematika. Dengan bekal ilmu itu, saya menemukan passion baru di masa-masa berikutnya…  Bahkan sampai sekarang..

Di luar kelas, beliau tidak banyak bicara. Sabar. Murah senyum. Misterius.

Saya sering menjadi “penumpang” beliau. Literally penumpang. Dengan Kijang merahnya, saya sering nebeng pulang bareng beliau. Tentu saja bertiga sama anaknya – Rifai – yang juga sudah menjadi seperti saudara.

Suasana di Kijang merah itu selalu sama… si anak duduk di depan, saya di bangku deretan tengah, diiringi lantunan lagu-lagu Pure Saturday, Netral, Slank, atau kaset apa saja yang ada di situ. Dan.. sepanjang perjalanan hampir tidak ada obrolan di dalam mobil itu. Sang ayah dan anak hanya sesekali berkomunikasi, selebihnya… hening.

 

Al Khuwarizmi, kok bisa jadi Algoritma?

Abu Abdullah Muhammad Ibnu Musa Al Khuwarizmi (770-840) menulis kitab Al Jabar Wal Muqolabah (Ringkasan Perhitungan Aljabar & Perbandingan), salah satu masterpiece di sejarah Matematika, dasar ilmu Science & Engineering.

Karyanya menyebar ke dunia barat, Eropa. Masyarakat barat, agak kesulitan menyebutkan nama Al Khuwarizmi, sehingga di beberapa paparan lisan seringkali namanya terdengar sebagai “Algorism”. Ini istilah baru. Sebelumnya, mereka sudah punya istilah lain , Arithmetic (dari kata arithmos, yang berarti bilangan). Arithmatic, kalau diucapkan, bunyinya adalah “Arismetik”. Nah, gara-gara itu, ketika mereka mendengar kata “Algorism” mereka menuliskannya dengan “Algorithm”. Akhiran -ithm dibaca -ism.

Istilah Algorithm inilah yang populer mendunia sampai sekarang dan disadur ke berbagai bahasa lain, misalnya Algoritma pada Bahasa Indonesia.

Istilah Aljabar pun berasal dari kitab tersebut. Al Khawarizmi mendapat julukan Bapak Aljabar, karena dia yang pertama mengajarkan konsep aljabar secara mendasar. Penemuan angka 0 (nol) sangat berperan di sini. Penemu konsep aljabar sebenarnya sudah lama ada. Diphantus dari Yunani waktu memperkenalkan Aritmetika (bilangan) sekitar abad pertama atau kedua, dia sekaligus menyelesaikan beberapa permasalahan aljabar (waktu itu belum ada istilah aljabar). Tapi sejak diperkenalkan kembali oleh Al Khuwarizmi, para matematikawan seperti mendapat pencerahan yang banyak sekali, dan sejak itu ilmu Aljabar berkembang sangat pesat.

Banyak Kitab Al Khuwarizmi yang lain yang disadur dan diterjemahkan oleh beberapa matematikawan Eropa. Dan salah satu versi termasyhur dari terjemahan tersebut ditulis oleh matematikawan Italia bernama Gerard Cremona.

Anak-anak teknik sipil sebagian besar sudah familiar dengan istilah “Metode Cremona” 🙂 Itu adalah salah satu metode penyelesaian analisis struktur rangka dengan menggunakan grafis (geometri). Metode lama, tapi masih tokcer di jaman sekarang. Saya sendiri ngga dapat metode itu di bangku kuliah karena sudah dianggap old-school, tapi di era “computerized-graphics” sekarang rupanya metode itu kembali diangkat. 🙂

Oiya… paragraf terakhir di atas ngga ada hubungannya dengan Al Khawarizmi. Karena Gerard Cremona sebenarnya bukan penemu Metode Cremona. Metode itu ditemukan oleh “Cremona” yang lain. Hehehe… maap yak.

#gagalfokus

Kesalahan Dalam Membaca Bilangan Desimal

Ini adalah pelajaran yang paling membekas di kepala saya. Saya pertama kali mendengar ilmu ini langsung dari guru matematika saya waktu saya masih di bangku kelas 2 SMP… hmm… itu kira-kira 20-21 tahun lalu.

Saya lupa waktu itu sedang membahas tentang apa… yang jelas bukan tentang bilangan desimal. Nah, di sesi pelajaran itu, si ibu guru meminta seorang siswa membacakan sesuatu – entah itu soal atau bacaan – yang ada di buku dan diperdengarkan ke seisi kelas.

Pada saat siswa tersebut membaca angka desimal, si ibu guru langsung memotong dan mengoreksi cara baca si anak tersebut.

desimal

Si anak membaca angka (misalnya) 8,35 dengan sebutan “delapan koma tiga puluh lima”. Langsung diralat oleh bu guru, seharusnya yang benar adalah “delapan koma tiga lima”… ngga pake kata “puluh”.

Ini beberapa poin terkait cara membaca bilangan desimal yang benar.

  • Angka belakang koma itu bukan menunjukkan satuan, puluhan, ratusan, dll… jadi, salah total kalo dibaca menggunakan kata “puluh”, “ratus”, “ribu”, dst.
  • Angka 8,35 dan 8,350 dua-duanya sama nilainya. Misalnya kalo dibaca “delapan koma tiga puluh lima” dan “delapan koma tiga ratus lima puluh”… jadi beda nilainya. “Tiga ratus lima puluh” lebih besar daripada “tiga puluh lima”… jadi 8,350 > 8,35 … ??? (ngawur)
  • Jadi, angka di belakang koma dibaca sesuai dengan urutannya:
    • 0,002 dibaca “nol koma nol nol dua
    • 0,020 dibaca “nol koma nol dua nol” (bukan “nol koma nol dua puluh”)
    • 0,100000 dibaca “nol koma satu nol nol nol nol” (bukan “nol koma seratus ribu”)

Kenapa saya menulis ini? Karena dulu – waktu masih rajin nonton berita di TV – hampir semua news anchor yang kebetulan saya tonton, salah ketika menyebutkan angka desimal ini. Coba deh kalo udah berita ekonomi, atau pas lagi bahas bursa saham… perhatikan cara bacanya. Smile Saya ngga tau jaman sekarang, mungkin udah ada perbaikan.. udah lama ngga nonton TV sih.. Open-mouthed smile

Kalo dipikir-pikir, mungkin mereka – yang selama ini salah membaca – mencoba mengadopsi cara baca bilangan desimal dari bahasa Inggris. Oke… coba.. misalnya 8,35 kalo dalam bahasa Inggris dibaca apa?

Ada beberapa cara bacanya, misalnya yang paling sering ditemui:

  • Eight and thirty five hundredths
  • Eight point three five

Kalo 35 mau dibaca sebagai “tiga puluh lima” atau “thirty five”, harus diakhiri dengan level tingkatan yang terbesar.. contoh kasus di atas per-seratus (hundredths). Jadi, seharusnya, kalo mau ikut cara ini, 8,35 dibaca sebagai “delapan dan tiga puluh lima per seratus”… itu benar.

Contoh lain 0,0002 dibaca “two ten thousandths” (dua per sepuluhribu), lebih baku lagi “zero and two ten thousandths”, tapi nol di depan lebih sering diabaikan pengucapannya.

Nah.. kalo koma-nya mau dibaca… yaaa sama juga seperti cara yang kedua di bahasa Inggris… pake kata point diikuti oleh masing-masing angka yang mengikutinya. Smile.

0,0002 biasa dibaca “point o o o two” atau “point zero zero zero two”… nol di depan boleh disebutkan boleh juga tidak disebutkan. Tapi ini (mengabaikan pengucapan nol) ngga lazim kalo di bahasa Indonesia. Nol itu tetap harus dibaca… jadinya “nol koma nol nol nol dua”.

Jadi… jangan salah sebut lagi ya kalo baca bilangan desimal.